sejarah desa
SEJARAH DESA JIKUMARASA
(Contoh Dokumen – Bukan Arsip Resmi)
1. Asal Usul dan Nama Desa
Desa Jikumarasa adalah salah satu desa tua yang terletak di wilayah Kecamatan Lilialy, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Nama "Jikumarasa" diyakini berasal dari dua kata dalam bahasa lokal: "Jiku", yang berarti pusat atau kampung asal, dan "Marasa", yang berarti kekuatan, rasa, atau kehormatan. Sehingga secara filosofi, Jikumarasa dapat dimaknai sebagai kampung asal yang memiliki kekuatan dan kehormatan.
Konon, wilayah ini dulunya adalah pemukiman kelompok masyarakat adat yang tinggal secara berpencar di kawasan hutan, bukit, dan pesisir pantai. Mereka hidup dari hasil alam seperti sagu, umbi-umbian, hasil kebun, berburu hewan hutan, dan menangkap ikan. Kehidupan mereka sangat bergantung pada alam dan sangat erat dengan kepercayaan terhadap leluhur serta roh-roh penjaga alam.
2. Masa Awal Pemerintahan Adat
Sebelum masuknya sistem pemerintahan kolonial, masyarakat Jikumarasa hidup dalam struktur adat yang dikenal dengan istilah soa. Setiap soa dipimpin oleh seorang tokoh adat (kepala soa), yang kemudian membentuk ikatan kekerabatan dan bermusyawarah untuk memilih seorang pemimpin yang disebut Raja Negeri atau Latupati.
Pemerintahan adat berjalan berdasarkan hukum adat (sara) yang diwariskan turun-temurun. Lembaga adat menjadi pusat kekuasaan dan pengambilan keputusan dalam bidang hukum, pertanian, pernikahan, penyelesaian konflik, serta upacara keagamaan dan ritual adat.
3. Masa Kolonial Belanda
Pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, wilayah Pulau Buru termasuk Jikumarasa mulai terjamah oleh pemerintah kolonial Belanda. Pada masa itu, Belanda mulai menerapkan sistem negeri administratif di wilayah-wilayah yang sebelumnya berada di bawah sistem adat.
Raja atau kepala negeri yang sebelumnya dipilih oleh musyawarah adat, mulai diangkat dengan restu penguasa kolonial. Meskipun demikian, adat tetap dijalankan sebagai dasar tatanan sosial masyarakat, meski dalam pengawasan Belanda. Penerapan pajak, kerja paksa, serta pelayaran antarwilayah mulai diperkenalkan pada masa ini.
4. Masa Kemerdekaan dan Reformasi Administratif
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 dan khususnya setelah pengakuan kedaulatan pada tahun 1949, sistem pemerintahan desa di Maluku mulai mengalami perubahan. Jikumarasa, yang sebelumnya merupakan bagian dari negeri adat, diintegrasikan ke dalam sistem administratif pemerintahan Republik Indonesia.
Desa Jikumarasa kemudian secara resmi menjadi bagian dari Kecamatan Lilialy di bawah Kabupaten Buru (yang saat itu masih tergabung dalam Kabupaten Maluku Tengah, sebelum pemekaran). Pemerintahan desa mulai dipimpin oleh Kepala Desa (Kades) yang dipilih melalui proses demokratis.
Meskipun demikian, struktur adat dan peran tokoh adat tetap hidup berdampingan dengan pemerintahan resmi. Fungsi adat masih sangat kuat dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam hal upacara adat, pembagian tanah ulayat, penyelesaian sengketa, dan pelestarian tradisi.
5. Perkembangan Sosial Ekonomi
Selama beberapa dekade terakhir, Desa Jikumarasa mengalami pertumbuhan pesat terutama di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan. Komoditas utama masyarakat antara lain adalah kelapa, pala, cengkeh, sagu, dan hasil laut. Sistem pertanian ladang dan kebun menjadi tumpuan utama ekonomi rumah tangga.
Masyarakat juga mulai membuka diri terhadap pendidikan formal dan pembangunan infrastruktur. Sekolah-sekolah dasar dan fasilitas kesehatan mulai tersedia, meskipun keterbatasan akses transportasi dan infrastruktur masih menjadi tantangan di sebagian wilayah.
Program-program dari pemerintah pusat seperti PNPM, Dana Desa, dan bantuan sosial lainnya juga mulai masuk dan membantu pembangunan desa. Kehidupan masyarakat kini telah banyak berubah, tetapi tetap berakar kuat pada nilai-nilai adat dan kekeluargaan.
6. Budaya dan Kearifan Lokal
Desa Jikumarasa memiliki kekayaan budaya yang unik. Beberapa tradisi seperti pela-gandong (ikatan persaudaraan antar desa), buka sasi (larangan adat terhadap pengambilan hasil alam dalam waktu tertentu), serta ritual adat musim tanam dan panen masih dijaga.
Bahasa daerah, tari-tarian tradisional, dan nyanyian pujian leluhur (kadang dalam bentuk pantun lisan) menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat. Di tengah perkembangan zaman, masyarakat Jikumarasa tetap menjaga kelestarian nilai-nilai luhur tersebut sebagai warisan kepada generasi muda.
7. Catatan Penutup
Sejarah Desa Jikumarasa adalah cerminan perjalanan panjang masyarakat adat yang kini berkembang menjadi desa modern yang berdaya. Harmoni antara adat dan sistem pemerintahan resmi menjadi ciri khas desa ini. Semua keberhasilan yang diraih saat ini tidak lepas dari perjuangan para leluhur dan tokoh masyarakat yang menjaga nilai kebersamaan, kerja keras, dan kearifan lokal.
CATATAN:
Teks ini hanyalah contoh narasi sejarah desa dan bukan merupakan data resmi dari pemerintah desa atau instansi terkait. Untuk keperluan dokumen resmi atau validasi historis, sebaiknya dilakukan riset lebih lanjut, wawancara dengan tokoh adat, dan kajian arsip pemerintah.